TANGGUNGJAWAB GEREJA TERHADAP POLITIK
Sebagai masyarakat Kristen (Gereja) kita adalah bagian dari warga negara
Indonesia. Dan sebagai warga negara Indonesia kita tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Proses
perjalanan bangsa ini tidak akan terlepas justru bahkan sangat
mempengaruhi dari kehidupan kita. Baik itu menyangkut aspek agama,
ekonomi, sosial, budaya dan politik. Oleh sebab itu kita (warga gereja)
sebenarnya harus ambil bagian dalam perjalanan bangsa. Proses perjalanan
suatu bangsa tidak akan pernah lepas dari proses politik dan produk
politik. Kebijakan politiklah yang mempengaruhi segala sendi kehidupan
bangsa.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah warga gereja telah
bertanggungjawab dengan penuh didalam keikutsertaannya terhadap segala
proses dan produk politik tersebut? Apakah kita tidak mau tahu dan
peduli dengan segala hasil dan akibatnya? Atau bahkan kita malah
memanfaatkannya untuk keuntungan dan kepentingan pribadi atau golongan
kita?
Gereja (orang Kristen) sebenarnya harus bertanggungjawab terhadap setiap proses dan produk serta akibat dari politik.
Mengapa gereja harus bertanggungjawab? Apa pula tanggungjawab gereja? Bagaimana gereja melakukan tanggungjawabnya? Pada
kenyataanya yang kita lihat, banyak yang tidak berminat untuk
membicarakannya. Menganggap bahwa politik itu bukan urusan gereja,
bukan urusan Pendeta, Penatua/Sintua/Lay Leader atau bukan urusan
pribadi-pribadi orang Kristen. Karena selama ini ada anggapan bahwa
politik itu kotor, licik. Politik itu hanya bersifat duniawi.
Pada
Perang Dunia II, seorang penjahat terbesar, Adolf Hitler (yang juga
adalah jemaat gereja) pernah mengatakan politik bukan urusan gereja. Hal
ini terjadi ketika sebagian kecil orang Kristen di Jerman menentang
kebijakan politiknya. Saat itu Hitler memanggil tokoh gereja yang
bernama Neimooler. Kepada Pendeta Neimooler, Hitler berkata:
“Saya
mengurusi politik, anda mengurusi agama. Saya tidak akan mencampuri
urusan anda dan saya minta anda tidak mencampuri urusan saya”.
Pada saat itu banyak orang Kristen yang setuju dengan Hitler. Tapi
akibatnya, 6 juta manusia tak bersalah menjadi korban kekejaman Hitler.
Gereja merasa tidak peduli. Gereja tidak membuka suara.
Gereja
saat itu berdosa bukan karena membantu atau terlibat dalam pembantaian
tersebut tetapi karena diam dan tidak melakukan apa-apa ketika melihat
hal dan kebijakan yang salah telah terjadi. Sampai pada saat ini banyak
orang Kristen (gereja) yang setuju dengan Hitler. “Korban-korban” terus
berjatuhan, kekejaman, ketidakadilan dan tindakan amoral terus terjadi
tetapi gereja terlihat kurang peduli. Gereja kurang bersuara.
Memang
benar bahwa misi Yesus datang ke dunia bukanlah misi politik. Tetapi
mengatakn bahwa karya Yesus tidak ada sangkut-pautnya dengan politik
adalah hal yang salah besar. Pelayanan Kristus adalah bersifat Holistik
(menyeluruh). Tidak ada satu aspek pun dalam kehidupan yang luput dari
misi-Nya, baik di dunia (termasuk politik) dan di surga (Kolose 1 :
15-20). Pemberitaan Kristus di dunia adalah untuk memberitakan tentang
Kerajaan Allah.
“Bertobatlah sebab Kerajaan Sorga sudah dekat” (Matius 4 : 17 ; 3:2).
“Kerajaan” adalah istilah politik. I Petrus 2 : 9, mengatakan bahwa
orang-orang percaya itu disebut “bangsa-bangsa yang terpilih”. Kata
“Bangsa” juga adalah istilah politik.
Yesus lahir di kota
Betlehem. Mengapa Yesus lahir di kota Betlehem? Itu terjadi karena
akibat dari sensus penduduk yang ditetapkan oleh Kaisar Agustus. Dengan
sensus itu, memaksa Yusuf membawa Maria yang dalam keadaan hamil tua
untuk melakukan perjalanan jauh yang sangat melelahkan. Ini membuktikan
bahwa sensus itu memiliki kekuatan hukum yang besar. Karena kalau tidak
terpaksa tidak mungkin Yusuf bersama Maria yang dalam keadaan hampir
melahirkan melakukan perjalanan tersebut. Sensus penduduk itu adalah
kebijakan politik Kaisar. Sesaat setelah kelahiran Yesus, yang paling
terganggu akan kelahiran-Nya adalah Raja Herodes yang merupakan seorang
pemimpin politik. Dialah yang pertama kali berupaya untuk melenyapkan
Yesus.
Di dalam perjalanan pelayanan Yesus, Partai kaum Parisi
dan para ahli Taurat sangat terganggu pengaruh dan legitimasi mereka
ditengah-tengah bangsa Israel. Mereka merasa terganggu dengan ajaran
reformasi yang diajarkan dan diwartakan Yesus. Fakta lain, Yesus mati
akibat disalibkan oleh keputusan Pontius Pilatus yang merupakan seorang
tokoh politik. Walaupun dia tidak menemukan kesalahan Yesus tapi tidak
berani melepaskan-Nya. Hal ini disebabkan karena pertimbangan dan
perhitungan politik di dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan di
daerah kekuasaannya. Kalau kondisi di dalam tidak kondusif maka
kedudukannya dapat digeser ataupun digoyang. Mereka menyadari bahwa
kehadiran Yesus mempunyai efek dan arti politik. Yesus adalah gangguan
politik, karena dapat merongrong wibawa dan pengaruh otoritas politik
saat itu. Ini merupakan bukti bahwa tokoh-tokoh politik diatas tanggap.
Di
dalam Perjanjian Lama Tuhan berperan secara langsung terhadap situasi
dan keadaan politik ditengah-tengah bangsa pilihan-Nya (Israel). Dia
memilih membimbing dan memberkati Yusuf, sehingga dapat menjadi orang
yang paling berkuasa setelah raja di tengah bangsa lain yaitu Mesir.
Tuhan memimpin Musa untuk melepas bangsa Israel dari tangan Raja Firaun
serta membimbingnya didalam memimpin perjalanan pembebasan itu. Tuhan
mengurapi Saul menjadi Raja Israel walaupun akhirnya Dia tidak
mendukungnya lagi. Tuhan juga memilih Raja Daud. Tuhan memilih dan
memberikan kebijaksanaan kepada Raja Salomo untuk memimpin bangsa-Nya.
Dan masih banyak lagi kesaksian Alkitab yang menunjukkan dan membuktikan
Tuhan ada dan peduli di dalam kehidupan poltik.
Orang Kristen
Indonesia juga mencatat sejarah keterlibatan orang Kristen didalam
merebut dan mempertahankan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pada jaman
pergerakan telah berdiri pertai-partai poltik Kristen. Chriestelije
Ethische Partij (CEP), Perserikatan Kaoem Christen (PKC), Partai Kaum
Masehi Indonesia (PKMI). Partai-partai lain juga berdiri sekitar
kemerdekaan yaitu PKN (Partai Kristen Nasional), PARKI (Partai Kristen
Indonesia), PARKINDO (Partai Kristen Indonesia). Selain partai Kristen,
kita juga mengenal tokoh-tokoh Kristen yang terlibat pada masa itu,
diantaranya GSSJ Ratu Langie, TSG Moelia, A. Latumahina, I. Siagian, Mr.
AA. Maramis, JK. Panggabean, J. Latuharhary, RM. Mongonsidi dan tokoh
lainnya. Selain berpartisipasi dalam kemerdekaan, tokoh-tokoh dan
organisasi diatas juga berperan dalam memperjuangkan bahwa orang Kristen
juga mempunyai tempat yang sah, sama dan sederajat dengan pihak-pihak
lainnya di dalam kehidupan Indonesia Merdeka. Keberhasilan menolak
konsep yang mengharuskan Presiden Indonesia adalah orang Islam, masuk ke
dalam UUD serta menolak tujuh kata yang tercantum dalan Piagam Jakarta
masuk ke dalam UUD 1945. Sampai sekarang “tujuh kata” itu tidak pernah
tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara kita.
Mengapa Gereja harus ikut bertanggungjawab terhadap Politik? Didalam Matius 28 : 18 dikatakan :
“KepadaKu telah diberikan segala kuasa di Sorga dan di bumi”.
Segala kuasa artinya tidak ada satu kuasa apapun di dunia ini yang
dapat melepaskan diri dari kuasa Kristus, termasuk kuasa politik.
Kolose 1 : 20 mengatakan :
“Oleh Dialah yang mempedamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik di bumi maupun yang ada di Sorga”. Atau Wahyu 21 : 5 mengatakan :
“Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru”. Kata
“segala sesuatu” artinya
tidak ada satu hal pun di dalam kehidupan manusia yang terlepas dari
karya penebusan-Nya. Semua termasuk dan tercakup di dalam karya
penebusan-Nya, termasuk politik.
Apakah tanggungjawab Gereja di bidang Politik? Menurut saya, tanggungjawab gereja di bidang politik dapat ditafsirkan dalam beberapa hal:
1. Kuasa Kristus nyata di bidang politikArtinya
bahwa juga di bidang politik tidak boleh ada Tuhan lain selain Allah.
Karena bahaya terbesar di bidang politik adalah penyembahan berhala,
mempertahankan sesuatu yang bukan Tuhan. Ideologi bisa menjadi tuhan.
Pemimpin atau tokoh kharismatis bisa menjadi tuhan, atau bangsa bisa
menjadi tuhan. Kita harus berani menolak dan bertanggungjawab agar hal
tersebut tidak terjadi. Semua dan apa saja termasuk itu ideologi, tokoh,
pemimpin dan bangsa bukanlah tuhan. Mereka harus takluk dan tunduk di
bawah Tuhan yang Satu.
2. Perdamaian Kristus diwujudnyatakan di dalam kehidupan politikArtinya
semangat jiwa kasih dan pengampunan Kristus menjadi nyata. Praktek
kehidupan politik amat sering menjadi sangat kejam dan keras. Pendapat
dan kepentingan yang berbeda adalah musuh dan harus di tumpas. Tidak ada
kawan dan musuh abadi, yang ada hanya kepentingan abadi. Ini merupakan
semacam paham yang berkembang di tengah-tengah kehidupan politik. Hal
ini merupakan kesalahan yang besar dalam politik. Tanggungjawab Gereja
adalah tanggungjawab pendamaian. Misi politik gereja adalah misi
rekonsiliasi. Menggairahkan kerukunan dan solidaritas sosial tanpa
memandang perbedaan golongan, suku, aliran dan keturunan.
3. Program pembaharuan Kristus harus mendasari program-program politikArtinya
setiap proses, produk ataupun kebijakan politik didasari oleh ajaran
Kristus. Keberanian untuk belajar dari kesalahan masa lalu dan
kesungguhan untuk merubah diri karena di dalam kehidupan biasanya
terjadi keinginan untuk mengubah tetapi enggan untuk berubah. Dunia akan
berubah apabila masing-masing mampu merubah diri.
Bagaimanakah tanggungjawab Gereja di bidang Politik?
Gereja harus tanggap terhadap isu, masalah, perkembangan dan gejolak
yang dihadapi jemaatnya dan juga bangsa ini. Gereja harus dapat
menyerukan suara kenabiannya serta memberi kontribusi dan solusi
terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapi manusia. Gereja harus
berperan menyikapi SKB Dua Menteri tentang perizinan pendirian Rumah
ibadah. Ini ditandai dengan pelarangan ibadah oleh sebahagian kelompok.
Akibatnya kebebasan beribadah menjadi terganggu. Selain itu gereja juga
harus peka terhadap otonomi daerah. Banyak perda-perda atau
kebijakan-kebijakan penguasa daerah yang diskriminatif. Masalah lain
adalah kenaikan BBM yang tidak berpihak kepada rakyat, perekonomian yang
belum membaik, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang masih rendah
dan belum merata, disintegrasi bangsa, korupsi, penegakan supremasi
hukum, mutu pendidikan yang masih rendah dan lain sebagainya.
Di
dalam Sidang Raya Dewan Gereja Dunia (DGD) tahun 1983 di Vancouver
Canada, dengan diprakarsai oleh gereja-gereja negara-negara dunia ketiga
timbul semacam teologia politik, bahwa
“Gereja harus memihak dan membela golongan kaum miskin, lemah, yang tertindas serta kaum-kaum yang termarjinalkan”.
Karena Yesus telah membuktikan hal tersebut (Matius, Markus, Lukas dan
Yohanes). Begitu pula pada zaman nabi-nabi (Yesaya, Amos, Yeremia dan
lain-lain).
Untuk melaksanakan dan mewujudkan pandangan Gereja
terhadap Pemerintah dan Pemerintahan, dilaksanakan sesuai dengan Injil
(Roma 13 ; Matius 22 : 15-22). Pelaksanaan tersebut diisi dengan
positif, membangun, kritis dan realistis. Anggota Gereja, tokoh gereja
diharapkan lebih banyak terlibat dan ikut dalam lembaga politik, baik
itu eksekutif, legislatif dan yudikatif, lembaga-lembaga publik serta
kelompok-kelompok studi. Setelah hal itu terwujud, gereja harus dapat
memanfaatkan anggota-anggota tersebut, dengan dapat melakukan konsultasi
dan bekerjasama membahas kehidupan politik yang nyata dan sesuai dengan
rencana dan kehendak Allah.
Serta sebagai lembaga atau
organisasi, gereja harus dapat menjadikan dirinya sebagai lembaga yang
berwibawa, sehingga gereja dapat dijadikan sebagai benteng terakhir bagi
jemaat didalam mencari kebenaran dan keadilan ditengah-tengah dunia
ini.
Disamping penjelasan di atas ada dua catatan penting yang tidak boleh kita abaikan, yaitu:
1.
Tanggungjawab penuh di dalam poltik tidak berarti kita harus menjadi
lembaga-lembaga politik. Atau gereja yang dipolitisir untuk kepentingan
tertentu. Orientasi seorang politikus atau tujuan akhirnya adalah kuasa.
Bagi gereja yang penting bukan siapa yang memegang kuasa, tetapi
bagaimana orang tersebut menjalankan kuasa. Siapapun, kalau menjalankna
kuasa dengan baik harus didukung, bila buruk harus ditentang.
2. Kita
hanya dapat bertanggungjawab penuh dalam politik apabila kita merasa
diri sebagai bagian yang penuh dari masyarakat, bangsa dan negara. Tidak
ada aspek atau hal apapun yang terlepas dari politik. Karena agama dan
politik seperti “air dan beras” tidak dapat dipisahkan. Kita adalah
merupakan warga Kerajaan Sorga, itu pasti. Tetapi kita hanya dapat
menjadi warga Kerajaan Sorga yang baik, dengan pertama-tama menjadi
warga negara yang bertanggungjawab dimana kita hidup”.